Sisi lain bisnis properti memang begitu kelam. Terbukti banyak celah bagi para pengusaha properti untuk menipu konsumennya. Bisnis satu ini memang begitu menggiurkan. Terlebih nilai sebuah properti tiap tahunnya akan selalu naik. Namun sebagai konsumen yang baik, perlu sekali tahu bagaimana cara membeli properti yang benar agar tidak terjebak pada permainan developer nakal.
Mulailah dengan tahu bagaimana celah para pengusaha bisnis properti menipu konsumennya. Kebanyakan kasus yang dialami konsumen adalah wanprestasi dari developer, pembangunan tidak tepat waktu, hingga pembangunan mangkrak karena dana macet. Berikut ulasan selengkapnya untuk cara pengusaha bisnis properti menipu konsumen.
1. Pembangunan properti tidak tepat waktu
Kasus pembangunan yang tidak tepat waktu sangat banyak dialami oleh konsumen. Oleh sebab itu kita harus pastikan betul apartemen nya, dan waktunya berapa lama untuk membangun Apartemen yang konsumen mau dengan agen property nya, Salah satunya yang terjadi pada Samuel yang membeli unit apartemen LA City. Apartemen yang dibangun oleh PT Spekta Properti Indonesia ini tak kunjung beres pembangunannya. Bahkan dua tahun setelah janji waktu selesai pembangunan, Samuel baru mengetahui bahwa unit apartemennya belum dibangun.
Dalam hal pencairan hak-nya pun, Samuel mendapati prosesnya berbelit-belit. Bahkan cek giro dari pengembang tersebut yang nilainya masing-masing Rp 72 juta, Rp 144 juta sebanyak dua kali kosong semua.
2. Menjual unit yang tidak mengantongi izin
Masih dalam kasus Samuel, ternyata pembangunan unit yang akhirnya mangkrak disebabkan oleh tidak adanya izin yang dikantongi developer. Unit tanpa izin tersebut seharusnya tidak dijual namun pada kenyataannya dijual oleh pengembang. Izin dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta hanya 17 lantai. Dan unit yang dibeli Samuel ada di lantai 21. Tentu saja unit tersebut tidak berizin sehingga mangkrak.
Dari akar inilah, pihak pengembang pun diperkarakan Samuel dengan perkara hukum perdata hingga pidana.
3. Menggunakan dana konsumen untuk membeli tanah di tempat lain
Dana yang diperoleh pihak pengembang dari konsumennya pun bisa digunakan untuk membeli tanah di tempat lain. Akibatnya pembangunan pun mangkrak. Hal tersebut pun terjadi pada pembangunan apartemen LA City di mana tower crane dibiarkan menggelantung. Oleh kontraktor yang digandeng pihak pengembang memang sengaja tidak diturunkan karena pekerjaan mereka belum dilunasi.
“Dana macet merupakan masalah utamanya”, ujar salah satu pekerja apartemen di sana. Namun di pagar pembatas ada tulisan “Belum melunasi kewajiban pajak daerah”. Dari sebab tersebut pun masalah dana macet tidak hanya merugikan konsumen namun juga turut menyeret kontraktor ke dalam kerugian.
4. Tidak memberikan sertifikat hak milik satuan kepada konsumen
Sertifikat hak milik satuan merupakan hak yang harus diberikan konsumen ketika sudah membayar kewajibannya. Namun pada kenyataannya, developer nakal tidak memberikannya meskipun konsumen sudah membayar kewajibannya. Hal tersebut bisa terjadi karena mangkraknya sebuah proyek, dana yang digunakan untuk membeli tanah, pemasaran, atau menyelesaikan pembangunan proyek lainnya.
5. Dana konsumen digunakan untuk pemasaran
Masalah modal memang menjadi hal yang dialami pengembang. Pada kasus ini, dana konsumen yang didapat dari menjual unit properti tidak digunakan untuk menyelesaikan pembangunan. Melainkan digunakan untuk pemasaran. Misalnya dengan membuat contoh unit guna menarik konsumen untuk membeli.
Namun jika pergerakan pasarnya tidak sesuai ekspektasi, pada akhirnya pembangunan pun mangkrak dan konsumen masuk ke jurang penipuan.